Teruntuk fans nya pak Jokowi

13.55
sudah kah kamu lebih baik dari jokowi

Apabila kita berbicara perihal kebijakan publik, problem sosial, solusi beserta tetekbengeknya, telunjuk kita otomatis akan diarahkan kepada sosok pemimpin di tempat segala persoalan itu terjadi. Lumrahnya ya begitu.

Pemimpin akan dimintai pertanggungjawab atas apa yang dimpimpinnya. Orangtua akan ditanya tentang anak dan keluarganya. Guru dan Kepala Sekolah akan bertanggungjawab atas murid-muridnya. Bahkan bila sebuah pohon daun2nya menguning dan atau batang, dahan serta rantingnya berjatuhan, maka kita akan menengok ke tanah tempat pohon itu berpijak. Mungkin tanahnya kering, kurang air, patah sebab diseruduk sapi dan sebagainya. ilustrasinya kira-kira seperti itu.

Demikian juga mengenai masalah asap. Mungkin kawan-kawan ada yang merasa atau sudah mengalami secara langsung, apabila kita menyampaikan kritik, nasehat bahkan saran berisi pesan kasihsayang kepada Presiden Jokowi, maka saya pernah disebut "prabowers sejati". Atau jika ada yang berkomentar "belum bisa move on ya", itu salahsatu sandi pertanda kita "masih tak terima jagoan kita(pak prabowo) dikalahkan Pak Jokowi".

Pemilu sudah berlalu berbulan-bulan yang lalu. Namun rupanya gontok-gontokan antara dua kutub ini masih saja panas, saling tarik menarik empati, berebut dukungan, satu sama lain membombardir media dengan opini positif bahkan mengupas hal-hal yang dianggap tabu menjadi layak dan patut untuk diperbincangkan.

Masyarakat yang terikut putaran arus tak sedap ini tak sadar diri mereka menjadi bagian dari proyek propaganda yang entah sengaja atau tidak disetting untuk menjaga opini positif tetap lebih dominan demi mencetak simpatisan2 yang militan.

Padahal dengan segala hormat untuk pak Jokowi dan Prabowo, saya tak mengenal pribadi salahsatu dari mereka pun dengn baik. Opini2 yang berseliweran tentang mereka masa2 kampanye terus terang tak terlalu saya ikuti karena saya percaya tak akan ada yang objektif, lebih2 di masa kampanye. Dan terang terus saya tak percaya pada demokrasi.

Jadi manakala saya mengkritik lambatnya tindaklanjut atas asap yang sudah terjadi lebih dua bulan, mengkritik lemahnya sistem hukum sebab masalah asap dan kebakaran hutan ini bukan kali pertama terjadi, kerusakan ekosistem penyebab asap akibat alih fungsi lahan yang dilakukan secara brutal, tolong ya.. bukan berarti saya fansnya jagoan sebrang.

Sebab ini harus terus diberitakan karena kita peduli. Masyarakat Kalteng, Riau, Papua, mungkin tak ada teman kita disana tapi kita semua bersaudara. Ikut menyebarkan informasi yang berkembang akan menjadi kekuatan besar mendesak siapapun yang berwenang untuk turun tangan dan menjadikan persoalan asap ini sebagai masalah yang serius, tak cukup hanya bagi2 masker apalagi (jika tak punya) boleh menggunakan sapu tangan. Dan saya sangat menentang jika poto pak Jokowi dijadikan meme untuk menghina beliau secara personal. Dosa.

Lebih dari itu siapapun yang memimpin negeri persoalan asap tak akan betul2 bisa dituntaskan sebab sistem membuat penguasa kita tunduk pada koorporasi. Pak Jokowi mungkin orang baik dan ikhlas yang terengah2 memimpin negeri,namun beliau tak akan punya solusi real utk menyelamatkan anak bangsa dari penjajahan kapitalis karena janji2 manis yang ditawarkan oleh demokrasi. ‪#‎savepakjokowi‬

Akhirul kalam, siapapun kita..kita harus berusaha mengubah keadaan kita karena Allah akan mengubah keadaan kita jika kita sungguh2 untuk mengubahnya. Di samping sulitnya menghadapi fans pak Jokowi, kita mempunyai bencana yang lebih besar yakni diamnya kaum muslimin atas nestapa yang mereka terima dan ikut rasakan akibat diterapkannya sistem yang salah dalam kehidupan. Ini juga kisah nyata, saya tak sebut merk(karena beliau sahabat saya), hanya copas komentarnya saja :

"Kenapa asap yang dipersalahkan. Dialah Allah, yang menghidupkan, yang mematikan, yang memberi rezeki, dan menunjukkan jalan yang sempurna. Asap hanyalah sebabnya saja"....