Berdialog dengan Inner Child

15.54


Beberapa bulan yang lalu, aku mengunjungi Inner Child ku yang selanjutnya kuberi nama dia si iin(dengan huruf kecil). Kupejam mata dan mencarinya. Kususuri tempat2 yang sering disinggahinya. Tp anak itu gak keliatan.

Rupanya dia ada di samping rumah menyandar di tembok terluar rumah kami sambil main pasir sendirian. Kusapa, dia menoleh sebentar lalu melanjutkan main pasirnya. Aku berjongkok dan sedikit takut krna anak ini keliatan lagi gak ramah. Kuperhatikan gerakgeriknya ngambil ranting pohon dan corat coret tanah dgn bentuk2 gak karuan. "Oh rupanya ada yang lagi marah"..

Namanya orang marah, pasti bikin kita salah tingkah kan ya? Aku diam aja... lalu ambil posisi menekuk lutut disamping si iin. Kami sama2 diam. Tiba2 tak lama kulihat dia menangis...entah kenapa hatiku ikut sakit. Badannya bergoncang. Ranting tadi dia lepaskan atau memang terlepas aku gak tau krna tangannya langsung melingkar memeluk lutut. Erat. Tangisannya dalam tanpa suara.

Aku menyimak saja. Dia nangisnya lama.. hatiku ikut sakiiit sekali...gak kuat lah lihatnya. Tak ingin mengganggu, dia kutinggalkan sambil dalam hati berjanji akan mengunjunginya sering2 bahwa yang (harus) kulakukan ketika anak marah adalah membantu dia menghadapi amarahnya.

Satu dan beberapa waktu kemudian, aku mengunjunginya lagi. Gak perlu dicari lagi deh, udah bisa ditebak pasti dia ada ditempat kemarin. Sendirian lagi,hahaha kasian kau iin. Kudatangi dgn langkah ringan krna hati riang abis sukses bersihin rumah jd kinclong.

Kali itu dia udah mau menoleh. Wajahnya ketat dan sembab, gak ada ekspresi. Kusapa dia, "hei.. ". Matanya berkedip sedikit, masih basah. "Lagi sedih kah?" ujarku dgn bahasa dan intonasi khas tanjungbalai. Dia gak menjawab. Aku duduk di sampingnya. Diam aja, lama... tik tik tik... suara jam dinding.. aku bolakbalik ganti posisi duduk krna kakiku kesemutan. Di hatiku menjalar perasaan damai dan tenang. Si iin berdiri, menoleh sebentar lalu pergi. Aku pun pulang.

Sejak itu, dia kudatangi sering2. Beberapa kali di awal2 dia main di samping rumah. Tp di waktu2 yang lain dia harus kucari lagi krna bisa pindah2 bahkan di satu senja lagi rebah dia di lantai kamar ruangan atas(loteng), menatap langit2. Lalu apa yang kemudian kulakukan saat bersamanya? Ya diam aja.

Ada di satu waktu akhirnya dia mau bicara. Wah batinku "keras juga nih anak... dikunjungi berulang kali, diujung jelang putus asa baru mau buka suara". Ku ajak dia cerita. Kudengarkan keluhkesahnya. Sebagian bernada amarah, sebagian lagi beraroma kesedihan. Sesekali hatiku ikut pedih melihat cara dia bercerita sambil mataku menapaki postur, pakaian, rambut dan kulitnya. Badannya berisi, pakaian kumuh dan rambut acak2an kumal. Aku mengangguk2 khusyuk menyimak, sambil bergumam dikit2 "hmm iya iya" pertanda perhatianku besar padanya.

Ini kulakukan berulang kali, dan berbulan2.

Berapa minggu yg lalu, utk yang kesekian kali kukunjungi lagi dia. Kucari2 di tempat biasa, gak ketemu. Aku panik, jantungku mau copot. "Ah serangan panik kumat". Kuingat2 lagi pesan terapisku manakala panik menyerang. Dari yang tadinya tergopoh2 mencari si iin, akal sehatku kemudian ambil kendali utk tenang. Kutelusuriii semua tempat. Ga ada. Lalu kucari di sekolah.

Ternyata, taraaa.. kulihat si iin lagi main "galpan" sama kawan2nya di sekolah arab. Dia lincah dan tangkas, susah ditangkap, asyekkk...  kuamati dia. Tiba2 hatiku disusupi perasaan haru, bangga serta lucu membuncah selaju peluru. Aku pulang sambil tersenyum. Besoknya lagi dan besoknya lagi kudatangi anak itu. Sibuk rupanya sampe gak ada waktu untukku. Hatiku senang tapi ada rasa rindu. Ya udah aku pulang lagi. Aku sibuk kembali dgn rutinitasku,  berminggu2.

Sbg ornagtua dr diri sendiri, aku juga kadang2 ada bosannya ngurus Inner Childku. Pengen menjadi diri sendiri seutuhnya, jd iinnoris yg sekarang. Sampai 3hari yg lalu hatiku gelisah. Kuresapi, "oh mungkin dia memanggil". Ternyata, iyaa.. emg benner...



Si iin minta aku memikirkan ini....  aku dia tuntut melakukan itu. Ingin ini, ingin itu banyak sekali. Tapi kadang2 aku capeeek dan letiihh. Tp kusadari, ini permintaan si iin... IC ku memang aktif.... beruntung aku udah belajar dan latihan ttg bagaimana merangkul emosi agar tetap fokus dan jauh dari energi2 negatif biar keinginan Innerchild bisa kuakomodir.

Skrg waktunya kehendak IC kupenuhi...krna aku percaya kalau dia bisa. Aku harus jadi orgtua yg bijaksana utk memfasilitasi dia dan menunjukkan padanya "sekarang" jg membuktikan kalo dia "saat itu" bisa....   yeyy semangat semangat.

Hari ini sbnarnya aku lelah sekali lihat kerjaan rumah numpuk... tapi apa yg paling berharga selain menyadari bahwa inner childku bahagia dan kami bisa bergandengan tangan memulai hidup baru menjemput cita2?

Sbg orgdewasa yg punya banyak kewajiban dan tggjawab, terkadang kita liat rumah numpuk aja udah lelah duluan boro2 mengapresiasi kehendak2 IC yg visioner. Apalagi kita gak tau ilmunya gimana mengembangkan kehendak IC itu krna butuh percobaan dan pengalaman baru sementara pikiran dan tubuh kita kadung menua. Tp kalo beban IC udah dilepaskan, seru kok berpetualang bersama pikiran2 lincah nya IC. Itu bikin jiwa kita muda. Tau kan gimana anak muda, tenaganya ga ada habisnya... mau mencoba hal baru.

Karena inner child ga hanya membawa kemarahan dan rasa putus asa, tp juga hal2 positif, imajinasi, semangat yg tak sempat dipupuk dan ditumbuhsuburkan krna lemahnya lingkungan positif dalam kehidupan kita. percayalah... ada kan, situasi2 tertentu, stimulasi2 tertentu, tempat2 tertentu, atau barang2 tertentu yg ketika kita memandangnya muncul sensasi damai dan gembira? aku berdebar2 lihat papan catur, meja tenis, permainan2 tradisional. Dan aku bahagia saat memikirkan strategi bagaimana biar cepat jd kaya,hahahaah